NELAYAN TRADISIONAL KEPULAUAN RIAU MASIH SULIT AKSES BBM BERSUBSIDI
MARITIMRAYA.com - Batam, Bahan Bakar Minyak (BBM) mempunyai peran penting dalam meningkatkan produktivitas tangkapan pada nelayan. Selama ini nelayan kecil membeli bahan bakar dengan harga umum atau bahkan lebih tinggi dari harga di SPBU, terutama nelayan yang berada di daerah terpencil atau berada di lokasi ynag jauh dari SPBU (Stasiun pengisan bahan bakar umum) atau SPDN (Solar Packed Daeler Nelayan). Jika kondisi ini terus berlanjut, sektor perikanan semakin tidak menguntngkan bagi para nelayan, karena tingginya biaya operasional.
Menurut hasil survei petugas Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Kota Batam hanya memiliki satu (1) SPDN, sedangkan untuk daerah Bintan terdapat satu (1) APMS dan empat (4) SPDN, dengan tiga yang beroprasi dan 1 yang nonaktif, sedangkan untuk daerah Lingga terdapat 3 (tiga) SPBU, 1 (satu) SPBB Khusus solar dan 2 (dua) pangkalan minyak tanah sedang SPBN belum ada.
Nelayan Bintan sendiri lebih memilih APMS untuk melakukan pengisian bahan bakar dikeranakan jarak yang lebih dekat dibandingkan dengan SPDN yang ada di daerah Bintan.
Selain itu harga BBM bersubsidi (Solar) Rp. 5.150 dan Bensin Rp. 6.450, sedang tingkat pengecer di Batam Rp. 9.000 (Solar) dan Rp. 12.000 (Bensin), Bintan Rp. 7.000 (Solar) dan Rp. 8.000 (Bensin), dan di Lingga Rp. 8.000 (Solar) dan Rp. 12.000 (Bensin).
Harga bahan bakar subsidi di SPDN dapat dikatakan normal sedangkan untuk harga eceran sangat bervariasi, harga eceran di Batam cukup tinggi dikarenakan Batam yang merupakan wilayah pulau-pulau dan jaraknya sangat jauh dari SPDN, perseberan SPDN yang cukup rendah dimana hanya ada satu (1) SPDN di daerah Batam parut menjadi evaluasi pemerintah setempat.
Harapan Nelayan
Sekjen DPD KNTI Batam Heri Irianto, menyatakan Penyaluran BBM di daerah Batam sulit sampai langsung kepada nelayan, dikarenakan hanya terdapat satu SPDN yang disalurkan untuk seluruh daerah Batam yang menyebabkan kelangkaan dan BBM subsidi yang tidak tepat sasaran.
Lanjut Heri, Selain itu, Nelayan yang berada di daerah Batam jarang sekali ke SPDN dikarenakan jaraknya cukup jauh dari pulau. Nelayan pulau yang terdekat untuk sampai ke SPDN membutuhkan waktu tempuh ± 2 Jam sehingga nelayan pulau lebih memilih membeli BBM kepada Agen/Pengecer. Penyaluran subsidi ini juga jarang dimanfaatkan oleh nelayan dikarenakan nelayan merasa sulit dengan adminsitrasi dan cukup menyiata waktu yang mana harus dilakukan setiap bulannya untuk mengurus kartu BBM.
“Nelayan daerah Batam meminta agar Dinas Perikanan Batam dan Dinas Provinsi Kepulauan Riau mempermudah dan mempersingkat waktu untuk urusan administrasi nelayan.” Tegas Heri Irianto
Sementara Ketua DPD KNTI Bintan, Buyung (Syukur Harianto) menyampaikan bahwa penyaluran BBM di daerah Bintan pada SPDN sering terjadinya kelangkaan, selain itu sering tidak adanya kejelasan dari pihak SPDN, pihak SPDN sering memberitakan bahwa minyak habis tanpa kejelasan transparansi data.
Syukur Herianto juga menambahkan bahwa KNTI daerah Bintan sedang melakukan survei kepada nelayan agar dapat membantu dalam transparansi data BBM di Bintan
Sementara penyaluran BBM di daerah Lingga menurut Harianto selaku Ketua KNTI Lingga, nelayan tidak bisa mengambil langsung ke SPDN dikarenakan sudah adanya agen atau pengepul tetap di daerah tersebut. Selain itu Nelayan di daerah Lingga tidak mengambil BBM langsung ke SPDN dikarenakan nelayan harus menempuh jarak 50 KM – 100 KM untuk sampai ke SPDN terdekat.
Dikarenakan penyaluran BBM daerah Lingga seperti ini menurut Harianto, SPDN seharusnya memproritaskan pengiriman BBM kepada nelayan secara langsung dari pada menetapkan pengiriman BBM kepada Pengepul yang menyebabkan pengepul memainkan harga. Selain itu pengepul juga dapat memainkan harga bahan bakar dalam chip tawar menawar hasil tangkapan kepada nelayan, sehingga nelayan menjadi ketergantungan kepada Pengepul.
Harga yang ditetapkan oleh pengepul yaitu Rp 7.000 untuk solar dan Rp 8.000 untuk Bensin, harga ini lebih rendah dibandingkan harga yang ditetapkan oleh pengecer yaitu Rp. 8000 untuk solar dan Rp 12.000 untuk Bensin. Praktek penjualan yang dilakukan pengepul sering tersalurkan kepada agen pengecer sehingga nelayan membeli BBM dengan biaya tinggi tanpa subsidi.* Red