MARITMRAYA.COM - BALI : Terus dituding sebagai penyumbang sampah plastik terbanyak ke-2 di dunia. Pemerintah promosikan hasil riset perikanan Indonesia dalam Workshop on the Best Practices to Prevent and to Reduce Abandoned Lost or Otherwise Discarded Fishing Gear (ALDFG) yang digelar di Kuta Bali - Indonesia.




Asisten Deputi Bidang Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman, Basilio menjelaskan bahwa misi pemerintah adalah untuk mempromosikan hasil karya anak bangsa yaitu riset Dr. Fayakun dan tim, tentang alat penanda jaring. Rabu (10/07/2019).




“Problem kita adalah banyaknya ALDFG yang hanyut di laut dan menyebabkan kerusakan lingkungan karena komponen utamanya adalah plastik. Nah, dalam even internasional kita selenggarakan bersama FAO ini, Kemenko Bidang Kemaritiman ingin nama periset kita lebih decennial dalam komunitas internasional sehingga semakin banyak negara berkembang yang memanfaatkan temuan ini” jelasnya.




Menurutnya, alat penanda yang ditemukan dapat mencegah hilangnya jaring nelayan di tengah laut, dan ia optimis teknologi ini akan mudah diadopsi karena menggunakan bahan alami yang mudah didapat dan murah.




Terpisah, Peneliti perikanan dari Balai Riset Perikanan Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Dr. Fayakun Satria mengungkapkan pada bulan Juli tahun lalu, hasil riset untuk gear fishing marking sudah di presentasikan dalam pertemuan Committee on Fisheries (COFI) FAO di Roma.




Ia menjelaskan, alat tersebut telah dimasukkan dalam draft petunjuk FAO tentang manajemen alat tangkap untuk nelayan kecil yang dapat diaplikasikan secara sukarela. Gear marking untuk jala insang (gill net) telah diujji di wilayah pesisir Sadeng, Yogyakarta dan Pekalongan pada kurun waktu 2017-2018.




“Nelayan sudah mencoba dan tidak ada masalah, bahkan mereka mau menggunakannya,” ungkap Dr. Fayakun.




Penanda jaring yang dibuat, relatif aman bagi lingkungan. Karena bahannya terbuat dari bambu atau kayu dan tali pengikatnya terbuat dari daun pandan. Namun demikian, menurut peneliti senior di KKP, ada masalah lain yang dihadapi oleh pemerintah saat ini. Masalah tersebut adalah bagaimana menarik gill net yang sudah berserakan di laut ke daratan.




“Karena masalah ALDFG atau jaring hantu ini tidak hanya dihasilkan oleh small scaĺe industry, tapi juga industri perikanan besar, maka dalam waktu dekat kami berencana untuk membuat penanda jaring dari bahan alami, dilengkapi dengan barcode atau kode unik,” katanya serius.




Lebih jauh, Ia menjelaskan bahwa dalam barcode tersebut akan disimpan data tentang pemilik jaring dan di wilayah mana mereka beroperasi. "Dengan electeonik device, barcode itu akan discan sehingga ketahuan siapa pemiliknya dan kita bisa menariknya ke daratan,” .pungkasnya.




Hasil temuannya kini telah dimasukkan dalam rekomendasi rujukan cara efektif untuk manajemen pencegahan dan pengelolaan ALDFH atau ghost fishing yang disusun oleh berbagai lembaga di Indonesia, LSM internasional dan FAO di Bali. Selain best practice dari penelitian Dr. Fayakun, draft rujukan FAO tersebut juga berasal dari negara-negara di Eropa, Amerika serta Asia Pasifik. (*)






Humas/Andi