MARITIMRAYA.Com - JAKARTA, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sedang mengawasi kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap 30 anak asal Jambi yang dijual kepada terdakwa S alias Koko, 52 tahun, di Jakarta, serta dibantu dua mucikari dewasa dan satu anak. Tapi, dari 30 anak, KPAI menyebut saat ini baru 4 anak yang kasusnya sudah masuk laporan di Polresta Jambi dan kini sedang disidangkan.
“KPAI mendesak kepolisian mengembangkan kasus hingga tuntas dan mengusut semua tindakan pelaku,” kata Komisioner Perlindungan Khusus Anak KPAI Ai Maryati Solihah dalam keterangan tertulis, Jumat, 15 April 2022.
Maryati meminta polisi mengusut tuntas dengan menggunakan Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Juncto Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sementara itu, KPAI menyebut sudah ada 16 anak yang dalam perlindungan lembaga layanan perlindungan anak di Jambi, dari Dinas Sosial, sampai Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak. KPAI terus mengawasi pendampingan pada anak agar seluruh korban melaporkan tindakan pidana tersebut pada kepolisian.
Kasus 30 anak di Jambi hanyalah satu dari puluhan kasus yang dicatat oleh KPAI sepanjang tahun ini. Dalam 3 bulan pertama tahun 2022, KPAI menerima 25 pengaduan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO dan eksploitasi ekonomi serta seksual.
Ihwal kasus ini Jambi, KPAI pun juga telah menggelar audiensi ke Kejaksaan Negeri sampai Komisi IV DPRD Jambi pada Maret 2022. Selain meminta polisi mengusut tuntas kasus ini, KPAI juga menyatakan sedang berupaya memastikan hak pendidikan anak korban terpenuhi.
KPAI juga meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan langkah-langkah perlindungan saksi dan korban dalam pemenuhan hak restitusi serta pendampingan persidangan yang sedang anak korban jalani. Selain itu, KPAI juga meminta aparat penegak hukum menjamin persidangan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dengan menghasilkan hukuman maksimal pada pelaku
“Supaya ada efek jera di masyarakat. Serta mendorong anak korban mendapatkan hak restitusi atau ganti kerugian atas peristiwa yang dialami,” kata Maryati.** Tempo.co/Tim
Posting Komentar