Maritimraya.com – Jakarta, China baru saja mengumumkan
master plan untuk enam wilayah baru kawasan Free Trade Zone (FTZ), Hal itu
ditempuh Negara dengan sebutan Republik rakyat Tiongkok ini sebagai langkah strategis untuk terus
maju di era reformasi yang baru. Wilayah baru FTZ tesebutkan berlokasi d ienam
wilayah yakni, Provinsi Shandong, Jiangsu, Hebei,Yunnan, dan Heeilongjiang
termasuk daerah otonomi Guabxi Zhuang, sesuai dengan rencana yang disuarakan
dewan Negara (Parlemen).
“Membangun pilot (Wilayah) baru FTZ adalah keputusan
terbanyak anggota partai komunis dari China Central Comitee beserta dewan Negara
dan langkah untuk mengembangkan reformasi di era baru” bunyi rencana tersebut.
Dengan ini, total Negara yang menjadi kawasan FTZ sebanyak
18 wilayah.Seluruhnya menjadi pelopor bagi reformasi birokrasi dan juga metode
baru dalam sistem pelayanan managemen dan invetasi asing yang masuk ke China.
Hal ini juga akan menambah fasilitasi pedagangan dan
transportasi fungsi pemerintahan serta ekonomi yang lebih baik, termasuk
hubungannya dengan dunia internasional. Perwakilan dari enam wilayah tersebut
menyampaikan masing-masing wilayah FTZ baru akan menjalankan tugas dalam menata
sistem pelayanan dan reformasi birokrasinya.
“Dan juga mengatasi masalah sistematik yang dianggap menghambat
investasi, termasuk masalah dalam hal perdangangan dan keuangan dan juga untuk
memperkuat kerjasama dengan kawasan regional dan Negara tetangga,” Pungkas
perwakilan dalam acara peresmian 6 kawasan baru FTZ pada senin, (2/9)di China.
Lantas bagaimana dengan Batam, hingga saat ini wacana untuk
mengganti FTZ masih bergulir, padahal amanat UU jelas menyebutkan bahwa
pelaksanaan FTZ Batam berlaku selama 70 tahun, istimewanya lagi, pengelolaan
FTZ Batam langsung dibawah pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian terkait.
Wacana pemerintah yang akan mengalihkan pengelolaan FTZ Batam di bawah pemerintah daerah dikhawatirkan membuat daya saing Batam menurun. Padahal sebagai kawasan tujuan investasi, hal pertama dibutuhkan investor adalah kepastian berusaha, terlebih posisi Batam yang strategis berada di jalur perdagangan dunia dan berhadapan dengan Singapura serta Malaysia. Selain itu status FTZ yang melekat pada Batam juga diakui telah berkontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
“Visinya harus dalam rangka pengembangan ekonomi nasional dengan spesialisasi tertentu sesuai dengan karakter daerah, jadi tidak bisa terpisah” Ungkap Yani Motik, wakil ketua Kadin Indonesia, seperti dilansir 45terkini.com.
Yani mengungkapkan, kawasan FTZ Batam sebaiknya tetap di
bawah pengelolaan pemerintah pusat agar pengelolaan Batam sebagai kawasan
tujuan investasi menjadikan Batam mampu bersaing dan lebih kompetitif. Pengelolaanya
menurut Yani, akan lebih professional dan
lebih berkepastian hukum.
Direktur INDEF, Enny Sri Hartati menambahkan, kawasan FTZ
Batam akan lebih menarik bagi investor asing bila dikelolah secara professional
dan orang dari kalangan professional. Enny menyoroti rencana pemerintah yang
akan menerapkan ex-officio dengan begitu FTZ akan dikelolah pemerintah daerah.
“Hal itu akan berdampak bagi iklim investasi di Batam,
Karena pergantian itu otomatis juga akan diikuti dengan pergantian kebijakan
atau regulasi. Nah, jika seperti ini, tentu bisa menimbulkan ketidakpastian
bagi investor, padahal kita ketahui bahwa Batam adalah kawasan industri dimana
investor sangat membutuhkan namanya kepastian dalam berusaha,”Ungkapnya.
Terlebih letak Batam yang berada dekat dengan Singapura dan
Malaysia, menjadikan Batam banyak dilirik investorkarena status FTZ yang banyak
memberikan kemudahan dan fasilitas termasuk insentif, “Pemerintah harus bisa
menangkap suasana kebatinan investor, yang mereka butuhkan adalahkepastian hukum,
kepastian dalam berusaha, mereka butuh kenyamanan berusaha, agar perekonomian
juga bisa bergerak dan meningkat, “Tutupnya. (Red)
Posting Komentar