MARITIMRAYA.com –Jakarta, Perjuangan panjang Indonesia melalui kementerian Perhubungan c/q Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam meningkatkan keselamatan pelayaran,melindungi lingkungan maritim, serta memfasilitasi proses transit kapal yang aman di Selat malaka dan Selat Singapura akhirnya berbuah manis dengan diterbitkanya Surat Edaran Internasional Maritime Organization (IMO) Nomor SN.I/Circ.338 Tentang Information Concerning The Availibility of Voluntary Pilotage Service in The Straits of Mallaca and Singapore.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo mengungkapkan surat edaran tersebut dikeluarkan oleh IMO dan diunggah di website resmi IMO pada Kamis (30/4), dimana isinya memuat tiga negara pantai menginformasikan kepada organisasi internasional dan masyarakat maritim bahwa layanan pemanduan luar biasa atau Voluntary Pilotage Service (VPS) telah tersedia di Selat Malaka dan Selat Singapura sejak tanggal 1 Januari 2019 oleh para pilot yang disertifikasi oleh masing –masing pihak berwenang dari tiga negara pantai ( Indonesia, Malaysia,Singapura).
Surat edaran tersebut juga menyatakan tautan menuju Website resmi ketiga negara pantai yang berisikan Guideline atau Panduan dalam pelaksanaan layanan pemanduan, dan telah diadopsi ketiga negara pantai tersebut pada sidangTripartite Tecnical Expert Group on The Straits of Malacca and Singapore (TTEG) ke-41 Tahun 2016 yang lalu.
“Dengan demikian, bisa dikatakan perjuangan kita untuk melaksanakan pemanduan luar biasa secara bersama dengan tiga negara pantai di kedua Selat tersebut telah resmi diakui oleh IMO dan Dunia, “ ujar Dirjen Agus.
Sementara itu, Direktur Kepelabuhanan Subagiyo mengungkapkan, bahwa pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapura pertama kali diperkenalkan melalui Dokumen IMO Nomor Res.A.375(x) tanggal 14 November 1977 tentang Navigation Through the strait malacca and Singapore, dimana pada Annex V-nya disebutkan bahwa semua Deep Draught Vessel (DDV) dan Very Large Crude Carrier (VLCC) direkomendasikan mengunakan Pilot atau jasa pemanduan apabila telah tersedia.
Selanjutnya, ketentuan dimaksud diperbaharui dengan SN.Circ 198 tanggal 26 Mei 1998 pada Annex1 ketentuan umum butir 3 yang menyatakan rekomendasi untuk menggunakan layanan pandu bagi kapal yang memiliki draft dalam dikala melintas di Selat Malaka dan Singapura.
Lebih lanjut,pembahasan terkait peningkatan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim melalui jasa pemanduan juga muncul pada sidang TTEG ke- 18 di Malaysia pada tahun 1993, namun demikian, pembahasan khusus menenai agenda pemanduan di selat Malaka dan Selat Singapura baru muncul kembali padasidang TTEG ke-41 di Yogyakarta pada tahun 2016, yang menyepakati Guidelines on Voluntary Pilotage Services in the straits of Malacca ang Singapore, dimana sebelumnya telah melalui beberapa kali seri pertemuan oleh ketiga Negara pantai dalam rangka menyusun pedoman pandu luar biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura yang merupakan lalulintas kapal terpadat no.2 di Dunia.
“Guidelines tersebut memuat ketentuan dalam pelaksanaan pemanduan luar biasa secara bersama di Selat Malaka dan Singapura oleh tiga Negara pantai,”ujar Subagiyo.
Tiga Negara pantai kemudian sepakat untuk membahas teknis kesiapan penyelenggaraan pandu dimasing-masing negara dan menyampaikan draft surat edaran IMO yang berisi pemberlakuan VPS di Selat Malaka dan Singapura kepada sekretariat IMO untuk mendapatkan masukan dan persetujuan lebih lanjut.
“Sekretariat IMO kemudian menyampaikan dukungan dan kesediaan untuk memproses lanjut draft tersebut setelah Tiga Negara pantai melakukan pertemuan informal dengan sekretariat IMO di Sela –sela Sidang IMO NCSR ke-7 di London pada Januari 2020 lalu sampai akhirnya dikeluarkan secara resmi pada bulan April ini,”tutup Subagiyo. (Red)
Posting Komentar